Assalamualaikum,

How’s your day? How’s your life? May Allah always protect you by His guidance, Aamiin.

Kamu jangan kaget tiba-tiba membaca tulisan panjang ini ya, setelah satu tahun terakhir mungkin hanya membaca pesan-pesan singkat dan terkesan abai dari aku. Semoga pesan ini bisa menuntaskan apa yang sebelumnya menggantung dan terasa abu-abu. Semoga Allah ridho atas apa yang akan aku sampaikan.

Sebelumnya terima kasih banyak, sudah membuat aku merasa menjadi seorang perempuan yang begitu dijaga kehormatannya. Obrolan kita setahun lalu, dan niat baik yang kamu utarakan, terima kasih banyak. Sebagai perempuan pada umumnya, pasti aku merasa tersanjung dengan itu semua. Terima kasih sudah jujur.

Aku tetap perempuan seperti  pada umumnya, aku adalah  seseorang yang mudah jatuh cinta dengan cara-cara yang sederhana. Mudah luluh dengan  hal-hal remeh temeh. Hingga akhirnya kamu datang dengan sesuatu yang besar, yang lebih pasti. Kamu dengan impian-impian di masa depanmu itu, rencana-rencana yang kamu persiapkan dan hal-hal yang ingin kamu capai. Kamu membuat aku bukan hanya berfikir manisnya masa depan, tapi juga membuat aku berpikir, pantaskah aku?

Melihat kembali kedalam diri aku sendiri, aku  banyak berfikir, layak kah aku  mendengar dan antusias atas impian-impian kamu itu? Sedang kamu mungkin bisa tahu sendiri, aku adalah seseorang yang sering kali gagal dalam sebuah hubungan. Hingga akhirnya ketakutan-ketakutan itu muncul, ketidakberanian itu yang membuat aku saat ini kembali bertanya, sudah satu tahun berlalu, tapi kenapa keyakinan itu tidak kunjung nampak? Kenapa rasa takut itu tidak pernah hilang?

Aku pernah berkata dan meminta agar diberi waktu untuk berfikir, untuk berbicara dengan hatiku sendiri dan juga berbicara kepada orangtuaku. Dan hal itu tidak pernah terjadi, hitungan waktu aku menunggu kapan aku akan berani mengungkapkan niatan baik seseorang. Lalu aku bertemu jawabnya, aku takut, hanya itu. Aku terlalu takut celah yang aku punya nantinya akan membuat orang-orang kecewa, kamu salah satunya.

Satu tahun, entah disana kamu menunggu atau tidak.

Semoga Allah ridho, bahwa aku menjauh semata-mata hanya untuk menjaga. Aku yang sebegini cacatnya, tidak mungkin berusaha memberi kecacatan yang sama. Hanya itu, yang bisa aku jelaskan. Sambil tetap mempertimbangkan pertanyaan setahun lalu, pantaskah aku? Dan semuanya masih abu-abu.

Egoisnya aku masih ingin diberi waktu, hingga akhirnya, semalam dan siang ini aku menemukan jawaban atas keabu-abuan yang selama ini aku rasakan. Jawaban yang aku tunggu. Jawaban yang insya allah akan mengakhiri ketidak jelasan yang aku atau mungkin kamu rasakan. Keinginan aku untuk tidak menyakiti, tapi entah mungkin kamu lebih dahulu merasakan itu. Sabar memang tidak berbatas, tapi sabar memiliki muara, yaitu pilihan, pilihan untuk tetap sabar bertahan atau pilihan untuk mencari hal lain yang lebih memberi kebahagiaan. Dan aku tahu, kamu sudah memilih sebaik-baiknya pilihan.

Aku hanya minta diberi maaf yang sebesar-besarnya, mungkin terkesan mengabaikan, memberi ketidak jelasan, atau sempat membuat kamu marah. Aku hanya tidak tahu bagaimana caranya memulai obrolan ini lagi, hal besar, yang akan mempengaruhi kita di masa depan. Aku terlalu takut bertanya, masihkah aku orang yang sama? Terimakasih, sudah memberikan jawabannya.

Hanya satu hal yang selalu aku yakini, ucapan sahabat Umar bin Khatab, apa yang melewatkanku tidak akan pernah menjadi takdirku, dan apa yang ditakdirkan untukku tidak akan pernah melewatkanku.

Aku lega, akhirnya yang setahun aku simpan menemui titik akhir.

Kapten, cukup dibaca.. tanpa perlu menanyakan apapun lagi. Pada pertemuan dan obrolan kita selanjutnya, cukup tetap jadikan aku teman baik yang sempat menjadi teman debat saat kamu membuat mading di sekolah. Jangan berubah.

Semoga kamu berkenan memaafkan.